/>
 

Maraknya penerbitan buku—buku tentang pantun dalam tahun-tahun terakhir ini menjadi gelaja yang menarik untuk diamati khususnya oleh para pemerhati sastra. Buku-buku itu pada umumnya memuat sekedar penjelasan singkat tentang pantun dan banyak sekali contoh-contoh pantun baik pantun Melayu lama maupun pantun Modern. Beberapa judul diantaranya adalah berbalas pantun Remaja (Darwin S. Chaniago, 2003), Kebijakan dalam 1001 Pantun (John Gawa, 2007), Koleksi Pantun dan Puisi (Aditya Bagus Pratama, 2008), buku Pintar Pantun, Puisi dan Majas (Redaksi Shira Media, 2010), Pantun Asal 2 an ala Bang Sofyan (H. Sofyan Lubis, 2010), Pantun Unik dan Ciamik (Andrasari dan Chrisma, 2010).

Istilah pantun melayu yang disebut jugapantun tradisional mengacu pada nama salah satu genre puisi Indonesia Lama yang berasal dari daerah Melayu. Sebagai puisi melayu lama, pantunmemiliki ciri-ciri khas yang membedakannya dari jenis-jenis puisi melayu lama yang lain seperti syair, gurindam, seloka, dan lain-lain. Rumusan ciri-ciri pantun ialah: (1) bisanya terdiri atas empat larik yang tiap lariknya berisi empat kata, (2) bersajak akhir silang a-b-a-b, (3)larik pertama dan kedua berupa sampiran , tidak mengandung maksud dan hanya diambil rimanya saja untuk mengantarkan maksud yang akan dikeluarkan pada larik ketiga dan keempat yang lazim disebut maksud (isi) pantun. Ciri-ciri pantun terlihat dalam contoh ini:

Selain pantun biasa yang terdiri atas empat larik, terdapat pantun dua larik yang disebut pantun kilat atau karmina, dan pantunenam larik atau lebih yang disebut talibun. Berapa pun jumlah lariknya empat, dua, enam, atau lebih, jumlah itu pasti genap, karena jumlah larik untuk bagian sampiran dan bagian isi harus sama. Contoh:

Pantun kilat atau karmina:

Sudah gaharu cendana pula…..a? sampiran
Sudah tahu bertanya pula…..a? isi Talibun:

Kalau anak pergi ke lepau
Yu beli belanak beli
Ikan panjang beli dahulu

Kalau anak pergi merantau
Ibu cari sanak pun cari
Induk semang cari dahulu

Isi pantun melayu pada umumnya adalah ungkapan gejolak perasaan si pemantun. Hookyaas, seorang penelitipantun melayu menyebutkan bawa orang melayu memilih pantun untuk mewujudkan gejolak rasa, isi hatinya.

Istilah pantun modern diartikan sebagai pantun terbaru, merupakan bentuk kreatif dan pantun tradisional. Gejala munculnya jenis pantun seperti ini sudah cukup lama, yaitu sejak tampilannya bentuk semacam itu dalam berbagai kesempatan komunikasi: mengucapkan selamat, memberi nasihat, pidato maupun memberikan sambutan dalam berbagai acara. Di televisipun pantun muncul baik dalam tayangan khusus maupun sebagai selingan yang diucapkan oleh presenter dalam acara-acara hiburan.

Di sutu sisi, kehadiran pantun modern sungguh memnyenangkan. Pantun modern adalah karya kreatif yang menghibur. Ungkapan berbagai perasaan dijalin dalam kata-kata yang lugu, lucu dan ceria, seperti yang terlihat dalam contoh ini:

Meski aku sudah kenyang
Tetap harus mknum jamu
Perempuan yang kusayang
Bolehkan aku bertamu

Aku tidak suka mangga
Tapi aku suka duku
Aku tidak suka dia
Tapi dia suka aku

Buah manggis buah pepaya
Cewek manis siapa yang punya
Buah kedondong buah atep
Dulu bencong skarang tetep

Pakem atau patokan asli pantun masih tampak diikuti pada contoh-contoh pantun di atas. Para pemantun, biasanya anak-anak muda yang kaya akan ide-ide yang segar, mengembangkan kreativitasnya tanpa merusak ciri-ciri yang melekat pada pantun. Dari sisi ini arah perkembangan pantun postif. Pantun modern memperkaya khazanah sastra indonesia sekaligus melestarikan waisan budaya.

Namun ada sisi lain yang perlu diawasi dalam perkembangan pantun modern itu. Pada sebagian pantun tampak kecenderungan menyimpang bahkan meninggalkan sama sekali ciri-ciri pantun yang asli. Penyimpangan ini misalnya menyangkut jumlah larik dalam bait serta jumlah kata dalam larik yang tidak menentu, tidak adanya sampiran yang mengantar isi pantun, tidak diperhatikannya rumusan rima pantun dan sebagainya seperti yang tampak pada bentuk berikut:

Beli nasi di narogong
Mukamu mirip bagong
Eitss…jangan marah donk

Ada kardus bentuknya kotak
Awas disitu ada si botak
Baru ngakak-ngakak
Ga takut kesamber gagak apa yak?

Gila kali ya?

Perhatian-perhatian
BT cemberut dan ga mood
Dapat menyebabkan
Keriput
Kentut-kentut

Bahkan

Tubuh menciut kayak liliput
Ga bisa ngebut
Kaya siput
Mending
Baca SMS dari orang imut

Pada cotoh-contoh di atas terlihat tiga bait pantun yang tiap baitnya masing-masing terdiri atas tiga,lima, dan sebelas larik. Padahal jumlah larik yang ganjil (tidak genap) tidak dimungkinkan untuk pantun. Tidak pula ada sampiran yang menjadi ciri khas pembela pantun dan puisi lain. Seluruh larik dalam bait menyatakan maksud. Rima sama a-a-a-a terasa dipaksakan dan kurang wajar.

Kecenderungan penyimpangan lebih jauh terlihat pada bentuk-bentuk pelesetan seperti ini:

Kakak monyong adik memble
Keturunan jelek kali ye….
Jalan kaki ke kalimantan
Capeeeeee deccch…..

Jalan-jalan ke Malaysia
Jangan lupa membeli sarung
Emangnya di Indonesia
Nggak ada sarung?

Kalau ada sumur di lading
Boleh kita menumpang mandi
Iseng banget mandi di ladang
Mandi mbok ya di kamar mandi

Hi…hii

Jadi geli sendiri

Buah rambutan buah kedondong
Mau buah-buahan? Beli di pasar donk!

Plesetan sendiri sudah mengisyaratkan penyimpangan karena meleset berarti tidak mengena sasaran. Dengan melesetkan sesuatu (pengucapan/pernyataan) timbul kelucuan yang menghibur. Selain lucu, dalamplesetan juga terkandung unsur kreativitas dan spontanitas. Unsur-unsur kelucuan kreativitas, spontanitas juga terdapat dalam pantun terutama pada jenis pantun jenaka, pantun teka-teki, dan pantun berbalasan. Tetapi bentuk-bentuk plesetan seperti bentuk diatas tidak dapat disebut sebagai pantun. Bukankah untuk dapat disebut pantun tetap harus dipenuhi syarat-syarat pantun?

Bagaimanapun, penciptaan pantun-patun modern merupakan kreasi yang patut dihargai. Lebih-lebih bila dikaitkan dengan upaya pelestarian warisan budaya. Yang perlu dicatat adalah bahwa melestarikan itu bermakna mempertahankan kelangsungan tanpa mengubah terlalu banyak. Melestarikan pantun melalui penciptaan pantun-pantun modern jangan sampai mengubah sama sekali hakikat pantun.

Jika melihat penyimpangan-penyimpangan yang terlalu jauh pada pantun modern dikawatirkan kalau-kalau pantun sebagai warisan budaya justru tinggal nama yang kehilangan jiwa. Generasi mendatang mungkin tidak lagi mengenal sosok pantun yang sesungguhnya. Mereka bisa kehilangan salah satu genre sastra miliknya.

*) Penulis Dra. SAYEKTI, M.Pd.

Dosen Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Katolik Widya Mandala

Madiun

======

http://www.widyamandala.ac.id/home/index.php?option=com_content&view=article&id=256:pantun-modern&catid=65:krida-rakyat





Leave a Reply.