/>
 

Awal mula pantun sunda ternyata sudah ada sejak zaman Langgalarang, Banyakcatra, dan Siliwangi, seperti yang kita ketahui penggemar pantun indonesia khususnya pantun sunda seakan-akan melekat erat dengan tradisi masyarakat. Meskipun tidak banyak orang yang tau sejarah pantun indonesia tapi entah kenapa mereka sangat menyukai pantun sebagai media berkomunikasi maupun sebagai pantun nasehat. Dari wikipedia di jelaskan bahwa pantun mempunyai sejarah yang sangat panjang di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Sejarah Pantun
2. Pertunjukan Pantun
3. Daftar Cerita Pantun

Dari wikipedi pantun Sunda pengertiannya berbeda dengan pantun Melayu. Pantun Melayu semakna dengan “sisindiran” Sunda, yaitu puisi yang terdiri atas dua bagian; sampiran dan isi. Sedangkan pantun Sunda adalah seni pertunjukan. Pantun adalah cerita tutur dalam bentuk sastra Sunda lama yang disajikan secara paparan (prolog), dialog, dan seringkali dinyanyikan. Seni Pantun itu dilakukan oleh seorang juru pantun (tukang pantun) sambil diiringi alat musik kecapi yang dimainkannya sendiri.

1. Sejarah Pantun

Seni pantun merupakan seni yang sudah cukup tua usianya. Disebutkan dalam naskah Siksa Kanda ng Karesyan, yang ditulis pada tahun 1518 Masehi, bahwa pantun telah digunakan sejak zaman Langgalarang, Banyakcatra, dan Siliwangi. Ceritanya pun berkisar tentang cerita-cerita Langgalarang, Banyakcatra, Siliwangi, Haturwangi dan lain-lain yang disajikan oleh prepantun (tukang pantun). Pantun terdapat pula pada naskah kuno yang dituturkan oleh Ki Buyut Rambeng, yakni Pantun Bogor. Dalam perkembangannya, cerita-cerita pantun yang dianggap bernilai tinggi itu terus bertambah, seperti cerita Lutung Kasarung, Ciung Wanara, Mundinglaya Dikusumah, Dengdeng pati Jayaperang, Ratu Bungsu Kamajaya, Sumur Bandung, Demung Kalagan dll. Masyarakat Kanekes yang hidup dalam budaya Sunda Kuna sangat akrab dengan seni Pantun. Seni ini melekat sebagai bagian dari ritual mereka. Adapun lakon-lakon suci Pantun Kanekes yang disajikan secara ritual seperti Langgasari Kolot, Langgasari Ngora dan Lutung Kasarung.

Seni Pantun yang cukup tua usianya melahirkan beberapa tukang pantun pada setiap zamannya. Di Cianjur misalnya, dikenal nama R. Aria Cikondang (abad ke-17), Aong Jaya Lahiman dan Jayawireja (abad ke-19). Di Bandung terkenal Uce, juru pantun kabupaten Bandung (awal abad ke-20) dan Pantun Beton “Wikatmana” (pertengahan abad ke-20); dan di Bogor terkenal juru pantun Ki Buyut Rombeng.

Alat musik yang dipakai mengiringi seni pantun adalah kacapi. Pada mulanya kacapi tersebut sangat sederhana seperti yang terdapat di Baduy, yaitu kacapi kecil berdawai 7 dari kawat. Selanjutnya, sejalan dengan tumbuhnya seni Cianjuran, kacapi tersebut diganti dengan kacapi gelung (tembang), dan akhirnya menggunakan kacapi siter (Jawa). Adapun tangga nada (laras) yang digunakan dalam iringan kacapi tersebut adalah pelog, namun selanjutnya banyak yang menggunakan laras salendro.

2. Pertunjukan Pantun

Seni Pantun disajikan masyarakat Sunda dalam dua bentuk. Pertama, untuk hiburan, dan kedua untuk acara ritual (ruwatan). Sajian hiburan, ceritanya mengambil dari salah satu cerita pantun yang dikuasai juru pantun, atau atas permintaan penanggap. Sedangkan untuk acara ritual dalam ruwatan, ceritanya sama dengan dalam pertunjukan wayang, yaitu Batara Kala, Kama Salah atau Murwa Kala.

Dalam sajian pantun untuk ruwatan (tolak bala) diperuntukkan bagi orang-orang yang termasuk dalam sukerta, di antaranya anak tunggal, anak kembar, lima anak laki-laki, atau untuk keselamatan rumah baru, bangunan baru dan lain-lain. Pertunjukannya biasa dimulai sekitar pukul 02.00 – 05.00. Rajah dalam pertunjukan ruwatan lebih panjang lebih nampak kesakralannya. Sedangkan sajian pantun untuk kepentingan hiburan biasanya diadakan di rumah penanggap yang waktunya pada malam hari. Pertunjukan dimulai pukul 20.00 dan berakhlr sekitar pukul 04.00. Sekalipun pertunjukan Pantun untuk hiburan, namun tidak sembarangan disajikan. Pantun masih dianggap oleh masyarakat Sunda memiliki sifat sakral yang selalu dikaitkan dengan upacara penghormatan pada leluhur. Dengan demikian bentuk pertunjukan Pantun biasanya masih diikat dengan struktur pertunjukan yang baku dengan lakon yang selalu berkisar tentang raja-raja Sunda atau legenda masyarakat Sunda Secara umum pola pertunjukan Pantun dapat diurutkan sebagai berikut: penyediaan sesajen; ngukus (membakar kemenyan); mengumandangkan rajah pamunah; babak cerita dari pembukaan hingga penutupan; ditutup dengan mengumandangkan rajah pamungkas.

Sebagai kesenian yang hidup sejak zaman Hindu sampai Islam yang jadi anutan masyarakat, tak heran jika ungkapan dan ajaran (petuah) ki juru pantun merupakan pembauran keduan zaman itu. Selain isthigfar (Islam) terdengar pula ungkapan kepada dewata, Pohaci, para karuhun (leluhur), buyut dll.

Kesenian Pantun Sunda yang bercirikan budaya Sunda dengan berbagai aspeknya, terutama aspek kepercayaan Sunda Kuna, memberi dampak pada nilai kedudukan seni Pantun di masyarakat Sunda yang berbeda dengan kesenian-kesenian lain. Seni Pantun bagi masyarakat Sunda merupakan medium untuk dapat merasakan kembali sebuah masa keemasan sejarah masa lampau masyarakatnya.

Dewasa ini perkembangan seni Pantun harus diakui sangat memprihatinkan, namun dari sisi lain ada hal yang cukup mengesankan, bahwa seni Pantun pun dapat bertahan dengan tidak meleburkan diri menjadi satu bentuk kesenian yang pop/kitchs. Seni Pantun dpat bertahan sebagai seni yang adiluhung sekalipun dewasa ini ada sedikit pergeseran-pergeseran dibanding masa lalu, terutama pada fungsinya yang sakral menjadi profan.

3. Daftar Cerita Pantun

1. Ciung Wanara
2. Lutung Kasarung
3. Mundinglaya di Kusumah
4. Aria Munding Jamparing
5. Banyakcatra
6. Badak Sangorah
7. Badak Singa
8. Bima Manggala
9. Bima Wayang
10. Budak Manjor
11. Budug Basu /Sri Sadana / Sulanjana
12. Bujang Pangalasan
13. Burung Baok
14. Buyut Orenyeng
15. Dalima Wayang
16. Demung Kalagan
17. Deugdeug Pati Jaya Perang / Raden Deugdeug Pati Jaya Perang Prabu Sandap Pakuan
18. Gajah Lumantung
19. Gantangan Wangi
20. Hatur Wangi
21. Jaka Susuruh
22. Jalu Mantang
23. Jaya Mangkurat
24. Kembang Panyarikan / Pangeran Ratu Kembang Panyarikan
25. Kidang Panandri
26. Kidang Pananjung
27. Kuda Gandar
28. Kuda Lalean
29. Kuda Malela
30. Kuda Wangi
31. Langla Larang
32. Langga Sari
33. Langon Sari
34. Layung Kumendung
35. Liman Jaya Mantri
36. Lutung Leutik / Ratu Bungsu Karma Jaya
37. Malang Sari
38. Manggung Kusuma
39. Matang Jaya
40. Munding Jalingan
41. Munding Kawangi
42. Munding Kawati
43. Munding Liman
44. Munding Mintra
45. Munding Sari Jaya Mantri
46. Munding Wangi
47. Nyi Sumur Bandung
48. Paksi Keling / Wentang Gading
49. Panambang Sari
50. Panggung Karaton
51. Parenggong Jaya
52. Raden Mangprang di Kusumah
53. Raden Tanjung
54. Raden Tegal
55. Rangga Sawung Galin
56. Rangga Gading
57. Rangga Katimpal
58. Rangga Malela
59. Rangga Sena
60. Ratu Ayu
61. Ratu Pakuan
62. Ringgit Sari
63. Senjaya Guru
64. Siliwangi

Sastra, Sejarah

Tags: Awal Mula Pantun Indonesia, contoh pantun sejarah indonesia, Pantun Indonesia, Pantun Sejarah Indonesia, Pantun Sunda, Sejarah Pantun Di Indonesia,Sejarah Pantun Indonesia, Sejarah Pantun Sunda

 =====

http://awalmula.com/sejarah-dan-awal-mula-pantun-sunda-indonesia.html




Leave a Reply.