/>
 
By niadilova 

Tampaknya kebudayaan suatu etnis memberi ruang tersendiri bagi muda-mudinya dalam mengekpresikan kasih sayang dan asmara. Setiap etnis memiliki kekhasan dalam hal ini, yang berbeda dengan etnis lainnya. Seni verbal, dengan berbagai macam nama, adalah salah satu sarana untuk pengungkapkan perasaan kasih sayang dan asmara itu. Tak dapat disangkal pula bahwa setiap generasi dalam sebuah etnis juga memiliki konvensi tersendiri dalam mengungkapkan perasaan asmara itu, yang berbeda dengan generasi sebelum dan sesudahnya.

Rubrik pantun Minangkabau minggu ini menyajikan 8 bait pantun muda. Bait-bait pantun itu merefleksikan pergaulan kaum muda Minangkabau zaman lampau, cara mereka saling mengajuk hati dan bersenda gurau. Tentu saja caranya berbeda dengan masa sekarang. Pantun-pantun ini masih dipetik dari naskah-naskah pantun klasik Minangkabau yang tersimpan di Perpustakaan Universitas Leiden.

17. Ka pulau kito ka pulau,
Ka pulau manjariang udang,
Adaik iduik bagurau-gurau,
Kok mati tabariang surang.

18. Pai bapikek anak balam,
Bapikek sampai ka talago,
Dapeklah anak balam Jambi,
Ambo tasentak tangah malam,
Badan bak raso jo Adiak juo,
Dipaluak banta ditangisi.

19. Anak balam di ateh sariak,
Ditembak anak dari pakan,
Didabiah lalu dipanggangkan,
Ambo tidak lengah di Adiak,
Siang menjadi angan-angan,
Malam masuak jadi rasian.

20. Aru sadahan di Muaro,
Tampak nan dari Kayu Tanam,
Baru Tuan lupuik di mato,
Nasi dimakan raso sakam.

21. Kambanglah bungo ribu-ribu,
Talatak di ateh papan,
Tidak kuaso manangguang rindu,
Kirimkan racun ka dimakan.

22. Salasiah urang tugakan,
Ateh pagaran medan jati,
Sadang kasiah Tuan tinggakan,
Mabuak bacinto malah kami.

23. Gunuang Padang bajanjang batu,
Sulasiah badahan tidak,
Ambiak padang pancuangkan aku,
Hati kasiah tatahan tidak.

24. Hari malam pasang palito,
Gali kasiak timbun ka ngarai,
Sadikik urang nan bak kito,
Sadang kasiah badan bacarai.

Memang kehidupan orang muda selalu bergairah, penuh dengan gurauan, seperti disiratkan dalam baris isi bait 17, yang sering menimbulkan moral panic dalam masyarakat. Biasanya orang tua-tua yang cepat memberikan kritik: muda mudi zaman sekarang tidak seperrti kita dulu, demikian sering terdengar keluhan. Bait 17 itu menggambarkan bahwa muda-mudi menyampaikan perasaan hati sambil bersenda gurau, mungkin dalam acara helat jamu, mungkin juga dalam kesempatan lain, seperti ketika menyabit dan mengirik padi di sawah.

Jika dua sejoli jatuh cinta, memang susah melerainya. Walau harus dipancung dengan pedang, kasihku kepadanya tak akan dapat dilerai (bait 23)sebuah gaya hiperbola yang memukau. Betapa tersiksanya batin dua sejoli yang sedang berkasih-kasihan bila si pemuda harus pergi merantau. Gadis kecintaan hati selalu terbayang di rantau yang jauh: siang menjadi angan-angan, malam menjadi buah mimpi. Demikian yang tersirat dalam baris-baris isi bait 18 dan 19.

Dalam baris-baris isi bait 20-22 giliran si gadis yang menumpahkan perasaannya dalam kata-kata. Betapa kata Tuan yang dipakai memberi kesan menghamba, berharap. Tampaknya si gadis tak kalah syahdu dalam merajuk: betapa rindu dendam kepda kekasih yang jauh di rantau telah membinaskan hati dan memutus asanya. Mungkin hanya racun yang bisa jadi obatnya (bait 21). Entah kapan Engku Muda akan pulang dari rantau. Setiap berlabuh kapal di Teluk Bayur, setiap terdengar dendang kalasonoto Gumarang, berdesir darah di dada. Tapi Tuan Kanduang tak kunjung muncul di halaman rumah gadang.

Tak banyak orang yang bernasib malang seperti kita, Reno, sedang berkasih-kasihan terpaksa berpisah (bait 24). Dang Tuanku juga harus berpisah dengan Puti Bunsu, Anggun Nan Tongga Magek Jabang juga harus berpisah dengan Puti Gondan Gondoriah, dan Samsulbahri juga harus berpisah dengan Siti Nurabaya. Tapi perpisahan mereka berbeda dengan perpisahan kita, Reno, karena aku bertolak ke rantau dan terpaksa meninggalkanmu di Ranah Bundo karena bansaik nangko juo.

(bersambung minggu depan)

Suryadi [Leiden University, Belanda]
Padang Ekspres, Minggu, 21 November 2010



Leave a Reply.

    Picture
    KEMBALI KE BERANDA
    English French German Spain

    Italian Dutch Russian Brazil

    Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
    Google Translate by Haris Fadhillah

    Khasanah Pantun Minangkabau

    Archives

    January 2013
    December 2012